Jumat, 18 Januari 2013

RENTAL MOBIL GEOPAK





  1.  

    Sehubungan dengan makin diperlukan tinjauan lapangan untuk penelitian lapangan tentang GEOLOGI, maka kami Rajawali Rent A Car memberikan beberapa pilihan kendaraan untuk disewa guna memenuhi kebutuhan    kendaraan untuk dipakai dalam rangka penelitian Geologi.. Beberapa jenis kendaraan yang kami sediakan diantaranya

                                                                        Toyota Avanza
                                                    Harga Sewa Rp. 350.000/hr.. Mobil + sopir

                                                                             Suzuki APV
                                                   Harga Sewa Rp. 350.000/hr.. Mobil + Sopir

                                                                           Toyota Inova        
                                                   Harga Sewa Rp. 450.000/hr..  Mobil + Sopir

                                                              Toyota Hi-Lux Double Cabin
                                                  Harga Sewa Rp. 1.000.000/hr.. Mobil + Sopir

                                                                            KIA Pregio            
                                                    Harga Sewa Rp. 550.000/hr.. Mobil + Sopir

                                                                             Isuzu ELF
                                                Harga Sewa Rp. 750.000/hr.. Mobil + Sopi

    Lokasi-lokasi GEOPack diantaranya


                                                        Museum Geologi Bandung, Jawa Barat


                                                          Formasi Rajamandala Bandung

                                                     
                                                               Peninggalan Geologi Bandung


                                                                       Formasi Bayah

    FORMASI BAYAH

    Penamaan
    Nama Bayah diberikan oleh Koolhoven (1933) terhadap batuan tertua didaerah Banten Selatan. Nama Bayah diambil dari nama  kota kecamatan di daerah Banten Selatan, kabupaten Rangkasbitung.Batuan di daerah ini terdiri dari pasir kasar, sering konglomeratan berselang-selingdengan lempung yang mengandung batubara. Beberapa penyelidik sesudah Koolhoven seperti Musper (1939, 1940) juga memakai nama Formasi Bayah untuk satuan tersebut (gambar 1).
    gambar-1.jpg
    Dari hasil penyelidikan ini, beberapa singkapan lain dari batuan berciri serta genesanya dianggap sama dan berhubungan dinamakan juga sebagai Formasi Bayah. Singkapan pasir kwarsa di G. Walat, Pasir Bongkok, Cinyomplong dan pasir kwarsa yang terletak diatas Formasi Ciletuh di Ciletuh, dimasukkan dalam Formasi Bayah. Pendapat ini berbeda dengan penyelidik terdahulu yang memberikan nama yang berlain-lainan seperti Formasi Walat (Effendi, 1974; LEMIGAS, 1972) untuk singkapan di G. Walat dan Pasir Bongkok; serta Formasi Rajamandala ( Soekamto, 1975) untuk singkapan di Cinyomplong. Nama Formasi Bayah dipilih untuk endapan pasir kwarsa ini, mengingat nama tersebut yang paling terdahulu diterbitkan serta sudah dikenal dalam pustaka.
    Sinonim
    Formasi Walat (Effendi, 1975) di G. Walat, Sukabumi
    Formasi Rajamandala ( Soekamto, 1975) di Cinyomplong, Sukabumi Selatan
    Formasi Ciletuh (Soekamto, 1975) untuk pasir kwarsa di Teluk Ciletuh, pelabuhanratu
    Penyebaran dan Ketebalan
    Penyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat pada umumnya tidak menerus. Singkapan terluas terdapat di daerah Bayah, Memanjang hampir sekitar 25 km
    Dari kota kecamatan Bayah ke Sungai Cihara, sepanjang pantai selatan Banten.
    Singkapan lain yang cukup luas terdapat di teluk Ciletuh. Disini Formasi Bayah tersebar di tepi Ampitheater Ciletuh membatasi Formasi Ciletuh di bawah dan Formasi Jampang diatasnya.
    Singkapan lain dari Formasi Bayah terdapat di sekitar selatan kota Sukabumi. Yang teluas adalah di G. Walat dan Pasir (Bukit) Bongkok. Singkapan di kedua lokasi ini sangat baik, dibeberapa tempat di tambang untuk keperluan pabrik semen di Bogor. Singkapan kecil dari Formasi Bayah terdapat di desa Cinyomplong, selatan Sungai Cimandiri, dekat Pelabuhanratu. Formasi Bayah hanya menempati bagian tengah dan sedikit di bagian utara dari singkapan disini, sedangkan sebagian besar singkapan batuan Paleogen di daerah ini termasuk kepada Formasi Ciletuh yang terdiri dari serpih dan napal yang mengandung foraminifera.
    Walaupun singkapan dari Formasi Bayah ini terpisah-pisah, tetapi secara genetic dapat diperkirakan sama. Hal ini mengingat sifat litologi serta kedudukan stratigrafinya diatas Formasi ciletuh yang di tafsirkan sebagai suatu endapan “pond” di lereng bawah palung samudra. Oleh karena itu batuan di semua singkapan tadi sebelum gerak-gerik tektonik pada hakekatnya menerus.
    Ketebalan Formasi Bayah di daerah tipe sekitar 1500 m (Ziegler 1918). Dalam penyelidikan dirasakan sulitnya menentukan ketebalan formasi secara tepat, mengingat banyaknya sesar serta lipatan yang terdapat di daerah ini. Dari pengukuran Sungai Cimandiri di Bayah, didapatkan ketebalan melebihi 700 m(Shodikin, 1979).
    Di daerah Teluk Ciletuh, ketebalan satuan ini sulit diukur dengan pasti karena singkapannya sangat jelek. Tetapi dari penampang geologi didapatkan ketebalan tidak lebih dari 300 m (200 m di Cibenda; Hudaya, 1979).banyaknya sesar di daerah ini mungkin sebagai penyebab dari kecilnya angka ketebalan terukur.
    Di selatan Sukabumi, Singkapan terluas terdapat di G. walat. Ketebalan minimum dari satuan ini sekitar 700 m (Baumann, 1972).
    Ungkapan Morfologi
    Singkapan batuan ini pada umunya menempati daerah yang berbeda-beda. Di daerah Bayah dan daerah Ciletuh, satuan ini menempati daerah yang relative rendah dibanding dengan Formasi Citarate dan Jampang yang menutupinya.Sedangkan di daerah G. Walat, formasi ini membentuk bukit yang lebih tinggi relatih terhadap endapan alluvium volkanik disekitarnya.
    Ungkapan morfologi singkapan formasi itu sendiri,pada umumnya membentuk perbukitan bergelombang yang melandai. Beberapa ekspresi monoklin atau “hog back” (G. Walat, Bayah) terlihat jelas sebagai akibat perselingan antara batupasir yang keras dengan lempung dan batubara yang lunak.
    Lokasitipe dan Stratotipe
    Lokasitipe formasi ini adalah kota kecamatan Bayah yang terletak pada 106° 20′ B.T., 6°48′ L.S. Singkapan Formasi Bayah di Bayah ditemukan sangat baik di sepanjang Sungai Cimandiri, Bayah, tetapi bagian bawah dari satuan ini tidak tersingkap. Bagian terbawah merupakan singkapan endapan gosong pasir yang cukup tebal (20 m/satu satuan), sehingga ditafsirkan bagian ini merupakan transisi dari Formasi Ciletuh yang marin ke Formasi Bayah yang berlingkungan pengendapan fluviatil. Singkapan di Sungai Cimandiri ini diusulkan sebagai stratotipe (gambar 2).
    gambar-2-stratotipe-fm-bayah.jpg
    Singkapan terbawah Formasi Bayah didapatkan di daerah Ciletuh. Walaupun singkapannya tidak baik, tapi disinilah satu-satunya singkapan kontak antara Formasi Bayah dengan Formasi Ciletuh. Oleh karena itu perlunya daerah Ciletuh ini sebagai penambah kekurangan data dari stratotipe (hipostratotipe).
    Ciri Litologi
    Stratotipe Formasi bayah di Sungai Cimandiri, Bayah, dimulai dengan endapan lempung-pasir pantai yang tersingkap di tepi pantai, sekitar 200 m – 250 m di sebelah timur muara Cimandiri. Gosong pasir di daerah ini mempunyai kemiringan hampir tegak lurus dengan bagian atas menghadap ke selatan sebagaimana terlihat dari terpotongnya busur lapisan silang siur pada lapisan itu. Batas antara singkapan ini dengan singkapan lain dari Formasi Bayah di Sungai Cimandiri tertutup oleh endapan pantai.
    Di Sungai Cimandiri, Formasi Bayah bagian bawah umumnya terdiri dari pasir kwarsa, sedangkan bagian atasnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan lempung yang mengandung batubara. Penyelidikan detail dari Ziegler (1918) menemukan 9 buah lapisan batubara denga ketebalan maksimal 110 cm, sedangkan dalam penyelidikan ini ditemukan lebih dari 10, dengan ketebalan maksimum 180 cm. Pasirnya mempunyai ketebalan dari 3 m sampai 12 m, dengan batas bawah tegas sedangkan bagian atas berubah berangsur ke lempung bitumen. Struktur silang siur sering terdapat di bagian bawahnya yang kadang-kadang konglomeratan. Ciri tubuh pasir seperti ini sangat khas untuk endapan fluviatil yang meander.
    Bagian teratas dari formasi ini di daerah Bayah sering merupakan kontak sesar dengan Formasi Cijengkol diatasnya, tetapi Koolhoven menganggap hubungan ini sebagai hubungan tidak selaras.
    Di Ciletuh, singkapan Formasi bayah ini kurang baik, mengingat letaknya selalu di bawah tebing tinggi dimana bagian atasnya ditutupi oleh Formasi Jampang. Satu-satunya singkapan yang dirasa memadai adalah di jalan desa antara Cibenda ke Cikadal. Disini pasir konglomeratan , putih kemerahan dengan struktur silang siur serta kadang-kadang terdapat fragmen batubara didalamnya merupakan ciri utama formasi ini. Sisipan lempung tidak terlihat di daerah ini. Ciri silang siur landai serta sifat konglomeratan lebih menunjukkan kondisi endapan sungai teranyam.
    Di G. Walat endapan Formasi Bayah menunjukkan ciri yang sangat menyerupai ciri bagian atas satuan di lokasitipenya. Disini, Formasi Bayah memperlihatkan perselingan antara batupasir konglomeratan yang berstruktur silang siur dengan batulempung yang mengandung batubara, kadang-kadang mencapai tebal 1 m.
    Endapan pasir konglomeratan di daerah G. Walat, terdiri dari 4 kompleks singkapan. Singkapan yang terbesar adalah di G. Walat sendiri, memanjang barat – timur sejajar dengan jalan Sukabumi – Cibadak sepanjang 9 km. Singkapan lain yang agak terpisah berada di sebelah tenggara G. Walat yang juga sering dikenal sebagai Kompleks Pasir Aseupan.
    Singkapan lain yang penting adalah Kompleks Pasir Bongkok yang berada di selatan G. Walat. Pasir Bongkok dan G. Walat dipisahkan oleh lembah sinklin yang tersesarkan. Daerah lain yang penting adalah di sebelah barat Ps. Bongkok di S. Cicareuh.
    Dari penelitian lapangan di daerah Sukabumi, berdasar superposisi serta ciri litologinya dapat disimpulkan bahwa singkapan terbawah ialah yang berada di S. Cicareuh sekitar 590 m. Menurut Hadiwisastra (1974) beberapa sisipan pada batupasir kwarsa mengandung fosil foraminifera yang menunjukkan Oligosen Bawah. Tetapi penyelidikan ulang tidak menunjukkan bukti adanya fosil.
    Pada bagian terbawah terdapat batupasir kwarsa, tebal 112 m, putih kuning kecoklatan, berwarna abu-abu muda. Seluruh singkapan pasirnya umumnya mempunyai ciri batas bawah tegas dan bagian atas relatif berangsur. Diatasnya ditutupi selang-seling tipis batupasir dan lempung. Pada bagian tengah batuannya lebih bersifat konglomeratan, yang menunjukkan pola seperti endapan sungai teranyam. Pada bagian atas menunjukkan perselingan lempung berwarna coklat, abu-abu dan pasir. Menurut Hadiwisastra (1974), pada satuan ini masih ditemukan fosil foraminifera.
    Di daerah Ps. Bongkok terdapat singkapan batupasir yang merupakan bagian tengah dan atas dari singkapan di Cicareuh. Singkapan tertua berupa batupasir setebal 5 m, berlapis silang siur cekung, di bagian atas redapat fragmen batuarang (bara?) sekitar ½ m. Diatasnya ditutupi batupasir konglomeratan (6 m) dan kemudian diikuti oleh batupasir berlapis tebal (±1 m) dengan silang siur cekung, arah umum 190°, pada beberapa tempat terdapat bioturbasi vertikal.
    Diatasnya lagi terdapat batupasir konglomeratan, kerikil sampai 2 cm. Bagian teratas dari singkapan pasir di Pasir Bongkok terdiri dari konglomerat pasiran atau pasir konglomeratan bersilang siur, kemiringan rendah, memberikan kesan endapan sungai teranyam.
    Bagian teratas dari singkapan terdiri dari batupasir yang berselingan dengan lempung coklat dengan sisipan batubara atau lempung bitumen. Tebal keseluruhan penampang di G. Bongkok adalah 110 m. Singkapan terluas adalah di G. Walat. Di daerah ini umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir – konglomerat dan lempung yang mengandung batubara.
    Batupasir umumnya konglomeratan atau konglomerat pasiran, pada bagian bawah sering menunjukkan lapisan bersusun, sedangkan diatasnya terdapat lapisan silang siur, keatas diikuti oleh batupasir kotor dan terakhir terdapat lempung-lempung yang umumnya mengandung batubara. Pasir pada susunan demikian mencapai ketebalan 4 sampai 7 m. batubara umumnya 10 cm sampai yang tertebal adalah 100 cm.
    Dari 13 penelitian batupasir di G. Walat (Moechtar, 1979) terdapat angka-angka sebagai berikut : kwarsa 85% – 95%, feldspar 1%, mineral berat dan pengotoran 5% – 14%. Penelitian mineral berat telah di mulai oleh Untung dan Hasegawa (1975) yang pada dasarnya dikerjakan oleh Sato sesuai dengan hasil penyelidikan di jepang (1969). Hasil penelitian ini berkesimpulan bahwa bahan penyusun batupasir kwarsa di G. Walat, berasal dari rombakan batuan dengan komposisi gratnitan.
    Di Cikalong, bagian atas Formasi Ciletuh kebanyakan terdiri dari konglomerat dengan sisipan batupasir kwarsa, kadang kadang diselingi oleh serpih. Komponen konglomerat terdiri dari kwarsa abu-abu, kehitaman, putih, putih susu, putuh agak kemerahan, bening dan juga coklat kemerahan. Ukuran butir dari pasir sampai 6 cm, bentu bulat sampai bulat telur. Matriks terdiri dari batupasir kwarsa halus sampai kasar, kemas terbukan dan makin ke atas memperlihatkan kemas yang tertutup. Struktur sediment pada konglomerat ini pada bagian bawah umumnya adalah pelapisan bersusun dan diatasnya kadang kadang didapatkan sisipan batupasir kwarsa, ukuran menengah yang mengandung sisipan tipis batubara, dengan struktur pelapisan paralel.
    Berdasarkan sayatan tipis dari batupasir kwarsa halus dan batupasir ukuran sedang, mineral kwarsa lebih dari 80%. Dengan hasil tersebut, maka batupasir kwarsa ini komposisi mineral beratnya mirip dengan batupasir kwarsa G. walat dan batupasir kwarsa di Teluk Ciletuh.
    Dari uraian tersebut diatas dapat kita simpulkan bahwa batupasir kwarsa di daerah G. walat berdasarkan klasifikasi model batupasir dari Hubert (1962) termasuk ke dalam tipe batupasir ortokwarsit.
    Perbandingan mineral Zircon – Garnet – Tourmaline (ZGT ratio menurut Sato 1978) termasuk pola distribusi tipe I dan tipe III. Oleh karena itu batuan asal dari batupasir kwarsa Paleogen di daerah Cibadak dan sekitarnya berdasarkan diagram ZGT adalah batuan berkomposisi granitik dan batuan metamorf (gambar 3, 4, 5,dan 6).
    gambar-3-diagram.jpg
    Gambar 3.
    gambar-4-diagram-batupasir-g-walat.jpg
    Gambar 4. Diagram batupasir G. Walat
    gambar-5-pengukuran-arah-struktur-silang-siur-di-g-walat.jpg
    Gambar 5. Pengukuran arah struktur silang siur di G. Walat
    gambar-6-sebaran-sumbu-panjang-komponen-konglomerat-g-walat.jpg
    gambar 6. Sebaran sumbu panjang komponen konglomerat G. Walat
    Analisa indeks Zirkon – Tourmalin – Rutil (ZTR indeks) menunjukkan bahwa tingkat kedewasaan batupasir kwarsa Fm. Bayah adalah dewasa (mature sandstone).
    Ciri Batas
    Batas bawah Formasi Bayah hanya terlihat di Ciletuh. Di daerah ini batasnya berubah berangsur dari perselingan yang kerap pasir kwarsa dan lempung yang berwarna abu-abu kemerahan ke dominan lempung abu abu dari Formasi Ciletuh. Disarankan batas bawah Formasi Bayah diambil dimana sisipan lempung pada pasir kwarsa tebalnya tidak lebih dari 10 m.
    Batas atas Formasi Bayah hampir selalu berupa kontak sesar. Di daerah lokasitipenya di Bayah, hubungan antara Formasi Cijengkol yang lebih muda selalu berupa kontak sesar, walaupun Koolhoven (1933) berdasar isi faunanya menafsirkan hubungan tidak selaras.
    Ciri litologi secara lateral dari formasi ini tidak banyak berubah. Tetapi dalam proses sedimentasinya terdapat perubahan.
    Kandungan Fosil dan Umur
    Fosil binatang hampir tidak pernah ditemukan dalam Formasi Bayah ini, batubara banyak di jumpai. Beberpa penyelidikan terhadap polen dan spora (Baumann, 1972) Di G. walat telah menghasilkan umur kemungkinan Oligosen Bawah. Fosil pollen,Florschuetzia trilobata, Monocalpites medius, sedang sporaVerrumonoletes usmensis.
    Umur Formasi Bayah di lokasitipenya ditentukan berdasar fosil foraminifera besar dan kecil di satuan marin yang korelatif (Koolhoven 1933, Bayah Utara), mengandung fosil-fosil seperti :Camerina sp, Assilina sp, Pellatispira sp, Discocyclina sp yang menunjukkan umur Eosen Tengah (Koolhoven, 1936).
    Penelitian terakhir oleh penulis (1982) terhadap contoh lempung Formasi Bayah “fasies utara” di Sungai Cimandiri, Bayah, menunjukkan umur Eosen tengah sampai Akhir. Fosil-fosil tersebut adalah : Globorotalia centralis, Globigerapis sp, Chiloguembelina sp, Globorotalia sp. Sedangkan contoh gamping di timir Gunung Gulantung, Sungai Cimandiri, Bayah, mengandung fosil : Discocyclina sp, Nummulites sp, Pellatispira sp, Asterocyclina sp, yang menunjukkan umur Eosen Akhir.
    Menurut penyelidikan ini, “Bayah fasies utara” dari Koolhoven (1933), lebih merupakan fasies pradelta dari dataran delta Bayah Selatan. Dari kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa Umur Formasi Bayah adalah antara Eosen Tengah sampai Eosen Akhir, mungkin juga sampai Awal Oligosen.
    Kedudukan Stratigrafi
    Kedudukan stratigrafi Formasi Bayah terhadap Formasi Ciletuh dibawahnya dapat diterangkan sebagai hubungan selaras, sebagai akibat proses regresi pada kala Eo-Oligosen. Kedudukan terhadap Formasi Batuasih yang berada diatasnya tidak jelas, karena kebanyakan berupa kontak sesar. Kontak antara Formasi Bayah dan Formasi batuasih di G. Walat, desa Batuasih, menunjukkan kemiringan yang sama, tetapi dengan ciri litologi yang tegas, dimana Formasi batuasih endapan marin. Batas sesar di daerah ini juga menyulitkan penafsiran ciri batas sesungguhnya dari Formasi Bayah ini.
    Koolhoven (1933) beranggapan kedudukan Formasi Bayah dengan Formasi Cijengkol di daerah Bayah sebagai kedudukan tidak selaras. Kesimpulan ini pada hakekatnya hanya berdasar pada rumpang waktu berdasar kandungan fosil antara Bayah fasies utara yang sekarang dianggap sebagai Formasi Ciletuh dan Formasi Cijengkol.
    Lingkungan Pengendapan
    Berdasar ciri litologi, terutama struktur sedimen, komposisi butir, serta banyaknya sisipan batubara, maka lingkungan pengendapan Formasi Bayah adalah darat. Bagian bawah menunjukkan pengendapannya fluviatil denga tipe sungai teranyam (braided system) dan berakhir sampai meander, atau mungkin delta.
    Dari pengukuran pengarahan butir kerakal dan pengarahan lapisan silang siur dapat ditentukan bahwa arah arus dan mungkin asal batuan berada di utara-timurlaut daerah (gambar 5,6). Penyelidikan mineral berat dapat menyimpulkan bahwa pasir konglomeratan Formasi Bayah berasal dari batuan beku granitan dan metamorf.


      

                                                                    Karang Taraje Bayah


                                                  Formasi Ciletuh                      


    Nama Ciletuh diajukan oleh Soekamto (1975) terhadap satuan batuan yang terdiri dari konglomerat, pasir dan lempung di DAS Ciletuh, di Teluk Ciletuh, Pelabuhanratu. Penamaan ini didasari oleh penerbitan terdahulu (anonim, 1939/1940), yang memberikan nama Ciletuh Lagen terhadap satuan batuan yang sama.
    Hasil penyelidikan terdahulu di daerah ini yang tidak diterbitkan seperti Duyfjes (1939, 1940, 1941), Sunu (1940), Soehanda (1967), pada hakekatnya setuju mengelompokkan batuan ini pada satu kesatuan litostratigrafi tersendiri.
    Didalam tulisan ini nama Ciletuh dipakai sebagai nama resmi formasi di daerah tersebut diatas dan terhadap satuan-satuan lain yang sejenis yang ditafsirkan mempunyai hubungan genesa serta kesinambungan dalam mulajadinya. Satuan yang dimaksud adalah Formasi Rajamandala (Soekamto, 1975), suatu singkapan batuan lempung dan pasir di desa Cinyomplong, di selatan aliran Sungai Cimandiri.
    Sinonim
    Formasi Ciletuh bersinonim dengan Formasi Rajamandala (Soekamto, 1975).
    Penyebaran dan Ketebalan
    Singkapan terluas Formasi Ciletuh terdapat di Teluk Ciletuh, Pelabuhanratu, Sukabumi. Dalam penyelidikan ini ditafsirkan, penyebaran Formasi Ciletuh menerus dibawah batuan neogen di sebagian jawa Barat, terutama Cekungan Bogor.
    Penyebaran di daerah lokasitipenya sangat sulit dipastikan, karena telah mengalami penyesaran yang kuat. Anonymus (1940) beranggapan tebal di lokasitipenya sekitar 1500 m, sedangkan Hudaya (1978) dalam pengukurannya, bagian terbawah tersingkap di Cikadal, tebal minimal 362,5 m. bagian tengah di Cigadung (Ciletuh) 540 m dan bagian atas di Cibenda (Ciletuh) sekitar 500 m. Sehingga secara keseluruhan ketebalan minimal Formasi Ciletuh adalah 1400 m.
    Lokasitipe dan Stratotipe
    Lokasitipe dari Formasi Ciletuh ditentukan pada Sungai Ciletuh di Teluk Pelabuhanratu.Lokasi ini berkoordinat 106° 28′ B.T dan 7° 14′ L.S (gambar 1).
    Gambar 1. Lokasi Fm. Ciletuh
    Gambar 1. Lokasi Fm. Ciletuh via Google earth
    stratotipe Formasi Ciletuh merupakan stratotipe gabungan dari beberapa tipe penampang.Penampang terbawah di Cikadal (Cibatununggul), bagian tengah di Cigadung, sedangkan yang atas di Bantarlimus (lihat gambar 2)
    Gambar 2. Lokasi Kolom
    Gambar 2. Lokasi kolom
    Ciri Litologi
    Di lokasitipenya, sepanjang Sungai Ciletuh, Pelabuhanratu, singkapan formasi ini merupakan inti dari suatu ampitheater , dimana bagian tepinya terdiri dari Formasi Jampang. Di daerah ini Formasi Ciletuh dapat dibagi menjadi dua bagian, dengan batas yang transisi diantaranya.
    Bagian terbawah dari Formasi Ciletuh, di Ciletuh tersingkap sangat baik sekitar G. Badak desaCikadal (stratotipe) (gambar 3).
    Gambar 3. Stratotipe Fm. Ciletuh
    Gambar 3. Stratotipe Fm. Ciletuh
    Di bagian ini daerah bawah bercirikan endapan turbidit, mengandung foraminifera plangton. Satuan ini terdiri dari lempung, serpih hitam, berlapis tipis. Berselingan dengan batupasir greywacke yang berwarna abu-abu.Tebal lapisan ini sekitar 10 m. Diatasnya didapatkan lapisan breksi, terpilah sangat jelek, dengan komponen dari ukuran pasir sampai bongkah, terdiri dari fragmen peridotit dan filit. Di bagian teratas dari Formasi Ciletuh bawah ini, sebagaimana tersingkap di G. Badak, mulai banyak mengandung fragmen kwarsa dan kalsedon, yang membundar. Disini juga ditemukan bongkah gamping yang banyak mengandung fosil foram besar, seperti : Assilina, discocyclina dispansa, Alveolina serta Nummulites kecil. Urutan turbidit Bouma terlihat pada greywacke. Urutan Bouma pada greywacketipis umumnya adalah C, D,dan E, sedangkan pada breksi menunjukkan ciri turbidit fluxo.
    Formasi Ciletuh bagian bawah ini, ditemukan juga di daerah-daerah lain di Teluk Ciletuh, yang selalu berbatasan sesar terhadap kompleks mélange, seperti terlihat di sepanjang Cibatununggul, dekat kompleks Melange Citisuk/Cianggabangsa. Ketebalan yang pasti dari formasi ini sulit dikerjakan karena sesar dan perlipatan yang sangat kuat.
    Bagian tengah Formasi Ciletuh di Ciletuh terlihat di Cigadung anak Sungai Ciletuh yang mengalir dari selatan ke utara dan daerah perbukitan di sekitar Cikadal. Singkapan satuan ini pada umumnya sangat jelek, merupakan perbukitan bergelombang. Batuan disini terdiri dari selang seling lempung serpihan dan pasir. Di Cigadung, lempung terlihat masih sangat dominan ( 15 m sampai 25 m ). Kadang-kadang pasir merupakan suatu lapisan tebal, mencapai 7 – 8 m, dengan ciri dasar tegas dan atas berangsur. Baik lempung maupun pasir tidak mengandung fosil. Satuan ini sangat luas tersebar di daerah Ciletuh. Ketebalannya mencapai >540 m, sebagaimana terukur di Ciletuh.
    Singkapan Formasi Ciletuh dapat pula ditemui dengan baik di sepanjang Sungai Cikalong (anak Sungai Cimandiri) menerus sampai ke Sungai Cisarua. Singkapan umumnya searah dengan jurus lapisan. Pada anak-anak sungainya seperti Sungai Kandang Sapi, Sungai Citiis, Sungai Cipicung dan lainnya, singkapan tidak begitu baik, karena lapuk atau tertutup bongkah-bongkah guguran satuan yang diatasnya.
    Bagian bawah dari Formasi Ciletuh yang di pelajari di Sungai Cikalong memperlihatkan endapan turbidit distal. Satuan batuan ini terdiri dari serpih abu-abu tua, berlapis tipis, berselingan dengan batupasir kwarsa halus yang mempunyai sisipan tipis dengan batupasir greywacke warna abu-abu tua. Tebal lapisan ini dari 50 cm sampai dengan 9 m.
    Batupasir kwarsa berukuran halus sampai sangat halus, warna putih sampai abu-abu muda, sangat keras, memperlihatkan gelembur gelombang sampai lipatan keriput. Serpih berwarna abu-abu tua, mudah di remas sampai kompak, dengan ketebalan bervariasi dari 5 cm sampai 2 m serta memperlihatkan struktur perlapisan horizontal. Batupasir greywacke warna abu-abu tua didapatkan sebagai sisipan tipis pada serpih dan batupasir kwarsa halus.
    Di Sungai Cipanas, Sungai Cikalong dan di Sungai Cisarongge didapatkan sisipan batu lempung, kehijauan, keras, sedikit gampingan, sebagai sisipan pada batupasir kwarsa dengan ketebalan mencapai 10 m. Paling atas dari Formasi Ciletuh bagian bawah berupa lapisan breksi dengan pemilahan sangat jelek, komponen berukuran antara pasir sampai bongkah, terdiri dari fragmen sekis, kwarsa dan peridotit. Di bagian teratas dari Formasi Ciletuh di daerah ini didapatkan pula komponen kalsedon, arpus, kwarsa didalam konglomerat yang berukuran kerikil sampai kerakal. Mungkin yang terakhir ini termasuk Formasi Bayah.
    Ciri Batas
    Formasi Ciletuh bagian bawah di daerah Ciletuh selalu ditemukan berbatas sesar dengan kompleks mélange dibawahnya. Bagian atas dari formasi ini ditandai oleh perubahan berangsur dari batuan yang dominan lempung ke batupasir kwarsa.
    Kandungan Fosil dan Umur
    Beberapa fragmen gamping pada bagian bawah Formasi Ciletuh yang ditemukan di sebelah tepi utara G. Badak, Cikadal (Hudaya, 1978), kaya akan fosil foram besar, seperti : Assilina, Discocyclina dispansa, Fasciolites, dan Nummulites, yang menunjukkan umur Eosen Awal sampai Tengah.
    Contoh dari serpih dan lempung terbawah ± 2 m dari kontak dengan filit di Karang haji, Cikadal, telah didapatkan fosil foram plangton yang terdiri dari : Globigerina ampliapertura (?), globigerina cf. tripartita, Globigerinita pera, Globorotalia permicra (?), dan Globorotalia siakensis (?), yang menunjukkan kisaran umur Eosen – Oligosen Awal ( Soejono, suparka, Hadiwisastra, 1978). Contoh foram plangton diatas perlu diberi tanda tanya, mengingat umumnya contoh fosil sudah mengalami perubahan bentuk karena tekanan.
    Bagian tengah dari formasi ini di Sungai Cigadung oleh Endang Tayib dkk. (1977), telah ditemukan foram plangton yang terdiri dari : globigerina cf. tripartite, Gb. cf. pseudoampliapertura, Gb. ampliapertura, Globorotalia cf. cerroazulensis, dan Globorotalia pomeroli, yang menunjukkan umur Eosen – Oligosen Awal. Di tempat ini juga ditemukan fosil berumur Kapur yang dianggap telah mengalami endapan ulang (reworked) sepertipseudotextularia dan Globotruncana sp. Di tempat lain , di tenggara Sungai Cibenda, Endang Tayib lebih lanjut menemukan lempung napalan yang mengandung foraminifera plangton, seperti : Globigerina cf. tripartita, Gb. cf. eocaena, Gb. Cf. pseudoampliapertura dan Globorotalia cf. opima, yang semuanya juga menunjukkan umur Eosen – Oligosen Awal.
    Dari uraian tersebut diatas, jelas agak sulit bagi kita untuk menentukan umur dari Formasi Ciletuh ini secara lebih tepat. Mengingat, formasi ini dititupi oleh Formasi Bayah yang berumur Eosen Tengah, Maka mur Formasi Ciletuh kemungkinan adalah Eosen Awal.
    Kedudukan Stratigrafi
    Penyelidikan terdahulu, seperti anonymous (1939), van Bemmelen (1949), Soekamto (1975) serta Tayib dkk. (1977) beranggapan bahwa kedudukan Formasi Ciletuh terhadap satuan mélange dibawahnya sebagai kedudukan tidak selaras. Pendapat ini pada hakekatnya dilandasi oleh anggapan bahwa endapan mélange yang kompak sebagai endapan Pra-tersier, sehingga adanya rombakan endapan mélange ini pada bagian bawah Formasi Ciletuh dianggap sebagai tanda ketidak selarasan.
    Soejono, Suparka, hadiwisastra (1978) berkesimpulan bahwa kedudukan ini adalah selaras. Hal ini mengingat kisaran waktu antara kedua batuan tersebut adalah sama. Dari urutan ciri litologi maupun struktur dan ciri fosilnya Formasi Ciletuh adalah menyamai ciri litologi, struktur dan fosil dari endapan prisma akresi atau pond deposits (Karig, 1975), sehingga berdasar model prisma akresi dari karig dan Sharman (1975), kejadian kedua satuan tersebut dapat dikatakan tidak terputus.
    Lingkungan Pengendapan
    Mulajadi dari Formasi Ciletuh telah dibahas secara mendalam oleh Soejono, Suparka, Hadiwisastra ( 1978). Dalam tulisannya bagian bawah dari formasi ini telah ditafsirkan sebagai pond deposits atau endapan lereng atas dari suatu sistem akresi pada umur Eosen Awal. Lingkungan pengendapan dari satuan ini, dari laut dalam pada bagian bawah , berubah secara berangsur ke lingkungan laut dangkal di bagian atasnya. sumber :Soejono M, 2003, Evolusi Cekungan Bogor, ITB



    Anda Tertarik untuk melakukan penelitian di Jawa Barat dan Banten....??? Hubungi kami di

    +622270331686  -  +622261149757  -  +622261701455
    082 116 873 134   -   081 321 113 238   - 085 314 233 488

    +6281 7433 198

Minggu, 16 September 2012

informasi tempat wisata kota bandung

Tujuan wisata kota Bandung 



1. Wisata Alam

a. Bandung Utara

    - Gunung tangkuban perahu
 

    - Pemandian air panas Ciater



    - D Ranch


    - Maribaya
 


    - THR Ir. Djuanda
 



 - Kampung Gajah



b. Bandung Selatan


   - Kawah Putih
Situ Patenggang


Hanya dengan Rp.500.000/hr anda dapat mengunjungi tempat-tempat wisata diatas sudah termasuk mobil, sopir, bahan bakar dan parkir.. harga tersebut belum termasuk tiket masuk lokasi wisata.Hubungi kami di
022 70331686 - 61149757 - 61701455
0821 1687 3134  - 0813 2111 3238 -  - 0853 1423 3488
0817 4331 98.... Rajawali Rent A Car Bandung